TUGAS MANDIRI
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
(BERAGAM KESENIAN DAN ADAT YANG BERNAFASKAN ISLAM)

OLEH :
GALLUH AMBAR SARI
PRODI : PGMI
LOKAL : A
SEMESTER : IV (EMPAT)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDDIN TEMBILAHAN
T.A. 2012/2013
BERAGAM
KESENIAN DAN ADAT YANG BERNAFASKAN ISLAM
A.
KESENIAN BERNAPASKAN ISLAM
1. Wayang
Kesenian wayang yang hingga kini digemari masyarakat, sesungguhnya
merupakan hasil karya dari seorang ulama yang cukup terkenal. Yaitu Sunan
Kalijaga. Pada saat itu, wayang merupakan salah satu sarana dakwah untuk
menyebarkan agama islam.
Sunan Kalijaga memanfaatkan kesenian wayang sebagai sarana dakwah dalam
mengembangkan agama Islam di Nusantara. Masyarakat jawa, khususnya Jawa Tengah
beranggapan bahwa kesenian wayang bukan sembarang kesenian, kesenian wayang
mengandung nilai-nilai religius, filosofis, dan pendidikan.
Di dalam kesenian wayang alur cerita dan tokoh wayang, serta beberapa
benda pusaka digantikannya dengan unsur-unsur islam, seperti penyebutan senjata
panah kalimasada (kalimat syahadat). Masyarakat yang menonton pertunjukan
wayang yang menerima ajaran islam tanpa unsur paksaan. Dengan kesenian wayang,
sunan kalijaga dapat menarik perhatian masyarakat luas. Hal ini membuat mereka
tertarik untuk memeluk agama islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri.
Dalam lakon pewayangan yang sering dipentaskan oleh para dalang, kita
sering mendengar sebuah istilah untuk “pusaka” yang digunakan oleh Yudhistira
atau Punta dewa untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Jamus kalimasada adalah
sebuah istilah yang dikarang oleh Sunan Kalijaga selaku pengarang cerita dalam
dunia wayang. “jamus” artinya iyalah suci dan “kalimasada” ialah kalimat
syahadat yang menjadi fondasi akidah keislaman seseorang. Namun saat itu agar
mudah diterima oleh masyarakat Jawa ( Nusantara) maka Sunan Kalijaga
mengadaptasinya dalam sebuah cerita dan pekemlakon pekeliran wayang.
Dalam
cerita pewayangan Yudhistira diceritakan sebagai sosok yang memiliki darah
putih, artinya suci karena sudah memiliki sebuah senjata yang berupa “ Kalimat
Syahadat” (kalimasada) yang menjadi iftitah (permulaan) seseorang untuk menuju
tingkatan kesucian hidup berupa rukun islam. Selain yhudistira (yang memiliki
ageman jimat kalimasada) dalam cerita pewayangan, dia juga memiliki beberapa
saudara lagi yaitu Werkudara, Janaka, Nakula, dan Sadewa. Keempat saudara itu
menjadi perlambang dari rukun islam yang empat setelah syahadat yaitu sholat,
puasa, zakat, dan haji. Dan penapnya mereka disebut sebagai pandawa untuk
melambangkan rukun islam yang lima. Kelima tokoh wayang itu adalah gambaran
pelaksanaan agama islam secara utuh, maka pandawa adalah simbol kesatuan dan
kemandulangan ritual agama islam yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2. Kasidah
Kasidah (qasidah/qasida bahasa Arab, bahasa Persia Chakameh) adalah
bentuk syair epik kesusataraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan
lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan stire) untuk kaum muslim.
Kasidah adalah seni suara yang bernafaskan islam, dimana lagu-lagunya
banyak mengandung unsur-unsur dakwah islamiyah dan nasihat-nasihat baik sesuai
ajaran islam. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan dengan irama penuh kegembiraan
yang hampir menyerupai irama-irama Timur Tengah dengan diiringi rebana, yaitu
sejenis alas tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran
yang dilubangi pada bagian tengahnya kemudian ditempat yang dilubangi itu
ditempel kulit binatang yang telah dibersihkan bulu-bulunya.
Kasidah pada awalnya berasal dari Negara Arab Kasidah berasal dari bahasa
Arab yaiti Qasidah, yang memiliki arti puisi yang lebih dari empat belas bait.
Kasidah merupakan jenis seni suara yang bernafaskan islam. Adapun lagu-lagu
yang dinyanyikan dalam kasidah berisikan unsur-unsur dakwah islamiah dan
nasihat-nasihat yang sesuai ajaran agama islam. Lagu-lagu kasidah biasanya
dibawakan dengan irama yang gembira dan diiringi oleh rebana.
Adapun rebana pada dasarnya adalah instrumen yang mengiringi lagu-lagu
keagamaan. Seperti pujian-pujian terhadap Allah SWT, salawat kepada Nabi
Muhamad SAW, atau syair-syair Arab karena fungsi yang dimainkan inilah, alat
kesenian ini disebut Rebana.
Dengan masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia, menjadikan para
seniman Islam Indonesia mengkolaborasikan antara kesenian tradisional dengan
lagu-lagu Arab tersebut. Dari sinilah muncul kesenian Kasidah. Kesenian kasidah
mulai populer sekitar tahun 1960-an, namun masih bersifat lokal, belum
maemasyarakat secara luas. Baru pada tahun 1970-an kesenian mulai berkembang
secara luas.
Perkembangan
yang cukup baik dalam kesenian kasidah ini didasari adanya kesepakatan
ulama-ulama hukum islam yang menyatakan bahwa seni hukumnya mubah (boleh). Para
ulama berpendapat bahwa pemanfaatna seni suara yang dimaksudkan untuk tujuan
kebaikan dan ditampilkan secara baik, hukumnya boleh. Namun dengan catatan hal
tersebut tidak melanggar aturan-aturan agama serta tidak mendorong orang
melupakan perintah –perintah agama. Bahkan dianjurkan apabila kesenian tersebut
untuk tujuan berdakwah, sejak saat itulah muncul grup-grup kesenian kasidah di
Indonesia.
3. Hadrah
Haadrah
adalah suatu kesenian yang penampilannya dalam bentuk seni tari dan nyanyian
yang mengandung nilai-nilai keislaman. Lagu-lagu yang dibawakan dalam hadrah
adalah lagu-lagu yang berisi ajaran islam, adapun musiknya yang mengiringi
rabana dan genjring. Kesenian hadrah biassanya dipentaskan dalam acara syukuran
atas kelahiran anak, sunatan, upacara pernikahan atau hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan keislaman. Selain seni, syair-syair yang dilantunkan dalam
hadrah juga berisi nasihat atau piwulang-piwulang luhur. Dalam beberapa
tampilan acara, misalnya sunatan atau upacara pernikahan kesenian hadrah
biasanya diselenggarakan dalam bentuk arak-arakan. Hadrah merupakan hiburan
untuk menyemarakan upacara yang sedang berlangsung.
4. Saketan
Perayaan saketan hingga saat ini masih berlangsung cukup semarak, ini
adalah peninggalan dari Raden Patah dari kerajaan Demak Bintoro, sekaten
merupakan perayaan Maulid Nabi Muhammad
SAW yang diadakan dikota Jogjakarta Hadiningrat
dan Surakarta Hadiningrat. Kata sekaten sendiri berasal dari bahas Arab, yaitu
syahadatain (dua kalimah syahadat). Syahadatain adalah wujud pengakuan
keislaman pada diri seseorang.
Pada abad 15, Raden Patah dari kerajaan Demak memperkenalkan sekaten
kepada masyarakat Jawa, pada saat itulah ribuan orang Jawa beralih agama Islam
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Oleh karena itu
penggunaan istilah saketan menjadi populer dikalangan masyarakat.
Tepat pada hari kelahiran (maulud) Nabi Muhammad SAW tanggal 12
Rabiulawal, semua pusaka keraton dibersihkan secara khusus (orang jawa
dijaminasi). Sesudah itu semua pusaka diarak mengelilingi jalan-jalan kota
untuk sipetunjukan kepada masyarakat luas. Persyaratan seketan ini diadakan setiap
satu tahun sekali, yang kemudian dikenal dengan sebutan “muludan”, ini
dimaksudkan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam perayaan
seketan ini diadakan ceramah-ceramah keislaman di serambi Masjid Keraton
Jogjakarta dan Keraton Surakarta.
Pada waktu dulu masyarakat yang akan melihat perayaan seketan tidak
dipungut biaya sedikit pun. Mereka hanya diminta supaya mengucapkan dua kalimat
syahadat sebelum masuk area sekaten (alun-alun kerajaan).
Bagi
orang yang tidak bisa, ada petugas yang membimbing membaca dua kalimat
syahadat. Dengan adanya perayaan sekaten inilah, agama islam cepat tersebar dan
dianut oleh masyarakat Jawa Tengah, khususnya wilayang Jogjakarta dan
Surakarta.
B.
Tradisi Upacara Adat yang Bernafaskan Islam
1. Adat perkawinan
Pada pelaksanaan upacara adat perkawinan, terjadi perpaduan anata buadaya
masyarakat setempat dengan tradisi Islam. Hal ini terlihat pada :
Ø Pelaksanaan akad nikah adalah
bagian dari tradisi secara islami.
Ø Sedangkan pelaksanaan ritual
upacara seperti, melempar sirih dan mengijak telur adalah bagian dari
kebudayaan masyarakat setempat.
2. Adat kematian
Bila ada seseorang yang meninggal dunia, diadakan upacara selamatan
kematian, seperti:
Ø Upacara selamatan peringatan
hari ke- 7 kematian.
Ø Upacara selamatan peringatan
hari ke- 40 kematian.
Ø Upacara selamatan peringatan
hari ke- 100 kematian, dan juga seterusnya.
Dalam pelaksanaan upacara diatas dilakukan pembacaan Surat Yasin, yang
merupakan ajaran Islam. Sedangkan peringatan selamatan hari ke-7, selamatan
hari ke-40, selarnatan hari ke-100 dan seterusnya adalah bagian dari kebudayaan
tradisi lokal (budaya Hindu-Bhuda).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
dkk.2008. sejarah kebudayaan islam. surakarta : sura Badra.
Rasyid
Ridha, Ahmad. 2008. sejarah
kebudayaan islam. Solo: Media
Karima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar