Selasa, 06 Mei 2014

kesenian dan adat yang bernapaskan islam

TUGAS MANDIRI
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
(BERAGAM KESENIAN DAN ADAT YANG BERNAFASKAN ISLAM)

Description: D:\Logo Umum\STAI Tembilahan.jpg

OLEH :
GALLUH AMBAR SARI
                                                                                         
PRODI   : PGMI
LOKAL   : A
SEMESTER           : IV (EMPAT)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDDIN TEMBILAHAN
T.A. 2012/2013



BERAGAM KESENIAN DAN ADAT YANG BERNAFASKAN ISLAM

A.      KESENIAN BERNAPASKAN ISLAM
1.      Wayang
Kesenian wayang yang hingga kini digemari masyarakat, sesungguhnya merupakan hasil karya dari seorang ulama yang cukup terkenal. Yaitu Sunan Kalijaga. Pada saat itu, wayang merupakan salah satu sarana dakwah untuk menyebarkan agama islam.
Sunan Kalijaga memanfaatkan kesenian wayang sebagai sarana dakwah dalam mengembangkan agama Islam di Nusantara. Masyarakat jawa, khususnya Jawa Tengah beranggapan bahwa kesenian wayang bukan sembarang kesenian, kesenian wayang mengandung nilai-nilai religius, filosofis, dan pendidikan.

Di dalam kesenian wayang alur cerita dan tokoh wayang, serta beberapa benda pusaka digantikannya dengan unsur-unsur islam, seperti penyebutan senjata panah kalimasada (kalimat syahadat). Masyarakat yang menonton pertunjukan wayang yang menerima ajaran islam tanpa unsur paksaan. Dengan kesenian wayang, sunan kalijaga dapat menarik perhatian masyarakat luas. Hal ini membuat mereka tertarik untuk memeluk agama islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri.

Dalam lakon pewayangan yang sering dipentaskan oleh para dalang, kita sering mendengar sebuah istilah untuk “pusaka” yang digunakan oleh Yudhistira atau Punta dewa untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Jamus kalimasada adalah sebuah istilah yang dikarang oleh Sunan Kalijaga selaku pengarang cerita dalam dunia wayang. “jamus” artinya iyalah suci dan “kalimasada” ialah kalimat syahadat yang menjadi fondasi akidah keislaman seseorang. Namun saat itu agar mudah diterima oleh masyarakat Jawa ( Nusantara) maka Sunan Kalijaga mengadaptasinya dalam sebuah cerita dan pekemlakon pekeliran wayang.

Dalam cerita pewayangan Yudhistira diceritakan sebagai sosok yang memiliki darah putih, artinya suci karena sudah memiliki sebuah senjata yang berupa “ Kalimat Syahadat” (kalimasada) yang menjadi iftitah (permulaan) seseorang untuk menuju tingkatan kesucian hidup berupa rukun islam. Selain yhudistira (yang memiliki ageman jimat kalimasada) dalam cerita pewayangan, dia juga memiliki beberapa saudara lagi yaitu Werkudara, Janaka, Nakula, dan Sadewa. Keempat saudara itu menjadi perlambang dari rukun islam yang empat setelah syahadat yaitu sholat, puasa, zakat, dan haji. Dan penapnya mereka disebut sebagai pandawa untuk melambangkan rukun islam yang lima. Kelima tokoh wayang itu adalah gambaran pelaksanaan agama islam secara utuh, maka pandawa adalah simbol kesatuan dan kemandulangan ritual agama islam yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
           
2.      Kasidah
Kasidah (qasidah/qasida bahasa Arab, bahasa Persia Chakameh) adalah bentuk syair epik kesusataraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan stire) untuk kaum muslim.
Kasidah adalah seni suara yang bernafaskan islam, dimana lagu-lagunya banyak mengandung unsur-unsur dakwah islamiyah dan nasihat-nasihat baik sesuai ajaran islam. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan dengan irama penuh kegembiraan yang hampir menyerupai irama-irama Timur Tengah dengan diiringi rebana, yaitu sejenis alas tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran yang dilubangi pada bagian tengahnya kemudian ditempat yang dilubangi itu ditempel kulit binatang yang telah dibersihkan bulu-bulunya.

Kasidah pada awalnya berasal dari Negara Arab Kasidah berasal dari bahasa Arab yaiti Qasidah, yang memiliki arti puisi yang lebih dari empat belas bait. Kasidah merupakan jenis seni suara yang bernafaskan islam. Adapun lagu-lagu yang dinyanyikan dalam kasidah berisikan unsur-unsur dakwah islamiah dan nasihat-nasihat yang sesuai ajaran agama islam. Lagu-lagu kasidah biasanya dibawakan dengan irama yang gembira dan diiringi oleh rebana.
Adapun rebana pada dasarnya adalah instrumen yang mengiringi lagu-lagu keagamaan. Seperti pujian-pujian terhadap Allah SWT, salawat kepada Nabi Muhamad SAW, atau syair-syair Arab karena fungsi yang dimainkan inilah, alat kesenian ini disebut Rebana.

Dengan masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia, menjadikan para seniman Islam Indonesia mengkolaborasikan antara kesenian tradisional dengan lagu-lagu Arab tersebut. Dari sinilah muncul kesenian Kasidah. Kesenian kasidah mulai populer sekitar tahun 1960-an, namun masih bersifat lokal, belum maemasyarakat secara luas. Baru pada tahun 1970-an kesenian mulai berkembang secara luas.
Perkembangan yang cukup baik dalam kesenian kasidah ini didasari adanya kesepakatan ulama-ulama hukum islam yang menyatakan bahwa seni hukumnya mubah (boleh). Para ulama berpendapat bahwa pemanfaatna seni suara yang dimaksudkan untuk tujuan kebaikan dan ditampilkan secara baik, hukumnya boleh. Namun dengan catatan hal tersebut tidak melanggar aturan-aturan agama serta tidak mendorong orang melupakan perintah –perintah agama. Bahkan dianjurkan apabila kesenian tersebut untuk tujuan berdakwah, sejak saat itulah muncul grup-grup kesenian kasidah di Indonesia.


3.      Hadrah
Haadrah adalah suatu kesenian yang penampilannya dalam bentuk seni tari dan nyanyian yang mengandung nilai-nilai keislaman. Lagu-lagu yang dibawakan dalam hadrah adalah lagu-lagu yang berisi ajaran islam, adapun musiknya yang mengiringi rabana dan genjring. Kesenian hadrah biassanya dipentaskan dalam acara syukuran atas kelahiran anak, sunatan, upacara pernikahan atau hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keislaman. Selain seni, syair-syair yang dilantunkan dalam hadrah juga berisi nasihat atau piwulang-piwulang luhur. Dalam beberapa tampilan acara, misalnya sunatan atau upacara pernikahan kesenian hadrah biasanya diselenggarakan dalam bentuk arak-arakan. Hadrah merupakan hiburan untuk menyemarakan upacara yang sedang berlangsung.


4.      Saketan
Perayaan saketan hingga saat ini masih berlangsung cukup semarak, ini adalah peninggalan dari Raden Patah dari kerajaan Demak Bintoro, sekaten merupakan  perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan dikota Jogjakarta  Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat. Kata sekaten sendiri berasal dari bahas Arab, yaitu syahadatain (dua kalimah syahadat). Syahadatain adalah wujud pengakuan keislaman pada diri seseorang.

Pada abad 15, Raden Patah dari kerajaan Demak memperkenalkan sekaten kepada masyarakat Jawa, pada saat itulah ribuan orang Jawa beralih agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Oleh karena itu penggunaan istilah saketan menjadi populer dikalangan  masyarakat.

Tepat pada hari kelahiran (maulud) Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiulawal, semua pusaka keraton dibersihkan secara khusus (orang jawa dijaminasi). Sesudah itu semua pusaka diarak mengelilingi jalan-jalan kota untuk sipetunjukan kepada masyarakat luas. Persyaratan seketan ini diadakan setiap satu tahun sekali, yang kemudian dikenal dengan sebutan “muludan”, ini dimaksudkan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam perayaan seketan ini diadakan ceramah-ceramah keislaman di serambi Masjid Keraton Jogjakarta dan Keraton Surakarta.

Pada waktu dulu masyarakat yang akan melihat perayaan seketan tidak dipungut biaya sedikit pun. Mereka hanya diminta supaya mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum masuk area sekaten (alun-alun kerajaan).
Bagi orang yang tidak bisa, ada petugas yang membimbing membaca dua kalimat syahadat. Dengan adanya perayaan sekaten inilah, agama islam cepat tersebar dan dianut oleh masyarakat Jawa Tengah, khususnya wilayang Jogjakarta dan Surakarta.

B.      Tradisi Upacara Adat yang Bernafaskan Islam
1.      Adat perkawinan
Pada pelaksanaan upacara adat perkawinan, terjadi perpaduan anata buadaya masyarakat setempat dengan tradisi Islam. Hal ini terlihat pada :
Ø  Pelaksanaan akad nikah adalah bagian dari tradisi secara islami.
Ø  Sedangkan pelaksanaan ritual upacara seperti, melempar sirih dan mengijak telur adalah bagian dari kebudayaan masyarakat setempat.

2.      Adat kematian
Bila ada seseorang yang meninggal dunia, diadakan upacara selamatan kematian, seperti:
Ø  Upacara selamatan peringatan hari ke- 7 kematian.
Ø  Upacara selamatan peringatan hari ke- 40 kematian.
Ø  Upacara selamatan peringatan hari ke- 100 kematian, dan juga seterusnya.
Dalam pelaksanaan upacara diatas dilakukan pembacaan Surat Yasin, yang merupakan ajaran Islam. Sedangkan peringatan selamatan hari ke-7, selamatan hari ke-40, selarnatan hari ke-100 dan seterusnya adalah bagian dari kebudayaan tradisi lokal (budaya Hindu-Bhuda).








DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, dkk.2008.  sejarah kebudayaan islam. surakarta : sura Badra.
Rasyid Ridha,  Ahmad. 2008.  sejarah kebudayaan islam.  Solo: Media Karima.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar